NEW YORK TIMES: Ribuan Orang Masuk Islam, Para Pendeta Di Afrika Kebingungan!!??
Jumat, 27 April 07
Surat kabar terkenal ‘New York Times’ melaporkan, Islam merupakan agama paling cepat berkembang di benua Afrika. Wartawan surat kabar itu, Mark Lasy mengatakan, keterlibatan para pemuka gereja dan peran mereka dalam pembantaian di Rwanda yang menelan korban lebih dari 800 ribu jiwa menyingkap banyak fakta di depan mata orang-orang Rwanda yang menganut ajaran Katholik mengenai misi Islam dan pesan-pesan manusiawinya yang mengajak kepada kasih sayang, persamaan hak, keadilan, menyugesti dialog, perkenalan dan saling berkomunikasi. Berkat upaya yang dilakukan kaum Muslimin Rwanda dalam menyetop tindak kekerasan di negeri itu, ribuan penduduk Rwanda berbondong-bondong menyatakan masuk Islam dan mulai rajin shalat.
Wartawan itu telah melakukan interview dengan sejumlah orang-orang yang telah menganut Islam di Rwanda tersebut. Salah satunya, Ya’qub Jumah Nezimana, 21 tahun, yang masuk Islam pada tahun 1996. Ia berkata, “Banyak orang dibunuh di dalam gereja yang dulu aku merupakan salah satu jemaatnya. Tidak dinyana, para pendeta malah ikut membantu para pembunuh tersebut.” Sementara Alex Rotereza yang baru saja memeluk Islam mengatakan, “Sikap kaum Muslimin sewaktu terjadi pembantaian etnis sungguh amat simpatik. Perkampungan di mana mereka menjadi komunitasnya telah menjadi tempat penampungan dan perlindungan yang aman bagi seluruh warga Rwanda. Terlebih lagi, karena kaum Muslimin dari suku Houto (kelompok yang melakukan genocide itu berasal dari suku Houto-red) menolak bekerjasama dengan para pembunuh, sebab ikatan emosional keagamaan bagi mereka lebih kuat ketimbang ikatan emosional kesukuan. Sikap inilah yang kemudian –setelah pertolongan Allah, red- menyelamatkan ribuan lebih orang-orang dari suku Tutsi dari maut yang benar-benar telah mengancam jiwa mereka. Karena itulah, aku masuk Islam. Aku begitu yakin Islam adalah agama kasih sayang dan cinta keadilan.” Demikian seperti yang dilnasir surat kabar El Lewa, Yordania. (mshryn/AH)
Jumat, 27 April 07
Surat kabar terkenal ‘New York Times’ melaporkan, Islam merupakan agama paling cepat berkembang di benua Afrika. Wartawan surat kabar itu, Mark Lasy mengatakan, keterlibatan para pemuka gereja dan peran mereka dalam pembantaian di Rwanda yang menelan korban lebih dari 800 ribu jiwa menyingkap banyak fakta di depan mata orang-orang Rwanda yang menganut ajaran Katholik mengenai misi Islam dan pesan-pesan manusiawinya yang mengajak kepada kasih sayang, persamaan hak, keadilan, menyugesti dialog, perkenalan dan saling berkomunikasi. Berkat upaya yang dilakukan kaum Muslimin Rwanda dalam menyetop tindak kekerasan di negeri itu, ribuan penduduk Rwanda berbondong-bondong menyatakan masuk Islam dan mulai rajin shalat.
Wartawan itu telah melakukan interview dengan sejumlah orang-orang yang telah menganut Islam di Rwanda tersebut. Salah satunya, Ya’qub Jumah Nezimana, 21 tahun, yang masuk Islam pada tahun 1996. Ia berkata, “Banyak orang dibunuh di dalam gereja yang dulu aku merupakan salah satu jemaatnya. Tidak dinyana, para pendeta malah ikut membantu para pembunuh tersebut.” Sementara Alex Rotereza yang baru saja memeluk Islam mengatakan, “Sikap kaum Muslimin sewaktu terjadi pembantaian etnis sungguh amat simpatik. Perkampungan di mana mereka menjadi komunitasnya telah menjadi tempat penampungan dan perlindungan yang aman bagi seluruh warga Rwanda. Terlebih lagi, karena kaum Muslimin dari suku Houto (kelompok yang melakukan genocide itu berasal dari suku Houto-red) menolak bekerjasama dengan para pembunuh, sebab ikatan emosional keagamaan bagi mereka lebih kuat ketimbang ikatan emosional kesukuan. Sikap inilah yang kemudian –setelah pertolongan Allah, red- menyelamatkan ribuan lebih orang-orang dari suku Tutsi dari maut yang benar-benar telah mengancam jiwa mereka. Karena itulah, aku masuk Islam. Aku begitu yakin Islam adalah agama kasih sayang dan cinta keadilan.” Demikian seperti yang dilnasir surat kabar El Lewa, Yordania. (mshryn/AH)
Bagaimana yang di Somalia itu?
BalasHapusBel sekolah dilarang karena mirip bel Gereja. Yang melanggar akan dihukum mati. Gak sama saja Islam itu agama yang violent? Yang Violent itu Islam bukan Katholik. Mesti kamu kebalik terus kalo nyebut yang jahat. Di Haiti itu, hanya Gereje Katolik yang menampung Umat Muslim, Voodoo dan Katolik waktu gempa Haiti. Mana ada Masjid yang menampung Katolik?
Ya karena Negara Miski Haiti adalah mayoritas Kristen, wajarlah klo umat muslim yang numpang di Gereja, karena mesjid2x sudah penuh... Klo waktu gempa di Aceh, kan orang non muslim yang nebeng di dapur umum umat muslim... itu namanya saling bantu-membantu...
BalasHapusLhja gitu kan lebih bagus. Saling bantu membantu gak peduli agama. Masalahnya di Haiti, Masjid itu pasti cukup untuk menampung seluruh umatnya.
BalasHapusHaiti Hancur lebur coy... Istana negara aja hancur, apalagi mesjid dan gereja serta rumah penduduk... apalagi di negara miskin haiti, muslim bisa dihitung jari...
BalasHapusApalagi di Somalia, negara miskin Afrika. Kristen bisa dihitung jari (malahan ditekan terus).
BalasHapusKarena orang2x yahudi dan Kristen Amerika melakukan intervensi kepentingan disana, makanya sampai hari ini disana tidak aman2x...
BalasHapusHah?! Di Somalia gak ada Yahudi! Yang intervensi atas nama Kristen itu siapa? Amerika di Somali itu untuk bunuh perompaknya malahan. di Somalia, aturan pendiskreditan Kristen sungguh lucu tak terkira.
BalasHapus-Melarang musik di radio. Melarang radio memberitakan Injil
-Sekolah dilarang membunyikan bel karena mirip lonceng gereja.
Itu di Somalia dengan dasar tidak sesuai Islam.
Di Eropa, penekanan terhadap Islam
-Pelarangan minaret
Alasan, tidak sesuai sekularitas Eropa.
Sebenarya perang adalah BISNIS dan POLITIK... banyak elit2x politik Amerika sendri mengatakan demikian...
BalasHapus