Selasa, 01 Juni 2010

Papacy dan Jesuit di balik serangan 11 September 2001

Beberapa hari lagi kita akan sampai pada tanggal 11 September, hari yang sangat bersejarah bagi dunia dan Amerika khususnya (termasuk bagi saya karena visa tinggal saya di Mesir akan habis pada hari itu), dua buah bangunan tertinggi dunia dan pusat perdagangan dunia hancur diserang teroris. Sampai saat ini, masih banyak yang mempertanyakan siapa pelaku sesungguhnya? mampukah Bin Laden, yang dituduh Bush, melakukan yang sangat dahsyat dan sangat mengerikan itu? atau ada sebuah permainan terselubung di balik semua itu? apakah ada kaitan dengan tragedi yang melanda Amerika sebelumnya?; Kejadian yang sama pernah terjadi, tepatnya pada tanggal 19 April 1995, sebuah gedung federal Alfred E. Murrah di Oklahama City meledak dan menewaskan sekitar 168 warga Amerika.

Marilah kita lihat Osama bin Laden, yang dianggap pelaku teror oleh Bush; bin Laden sebelumnya pernah dibantu oleh Amerika selama masa konflik Afgan-Soviet pada tahun 1980, juga Osama pernah bergabung dengan Amerika pada konflik yang terjadi di Balkan tahun 90-an, dan diberitakan juga bahwa keluarga Bin Laden mempunyai hubungan bisnis dengan keluarga Bush; dengan demikian Osama hanyalah teroris bikinan Amerika yang tidak jauh berbeda dengan nasib Lee Harvey Oswald dan Timothy McVeigh dalam kasus peledakan gedung E. Murrah di Oklahama City dan terbunuhnya John Kennedy, presiden USA saat itu. Mereka hanya alat untuk menyembunyikan pelaku sebenarnya, sebagaimana diungkapkan oleh mantan direktur operasi CIA Afganistan, Milt Bearden pada tanggal 12 September 2001, sehari setelah serangan: "...seandainya mereka (USA) tidak bisa menemukan Bin Laden, maka mereka akan mencari yang lain..."

Saya ingin mengutip ungkapan presiden Bush, 6 hari setelah serang 11 September 2001 yang dikutip USA today bahwa pemerintahannya siap melakukan "Crusade" (perang salib) terhadap terorisme. Sebagaimana kita tahu, perang salib adalah perang suci kaum Katolik di masa era kegelapan (dark age) melawan kaum Muslim yang menolak menyerahkan Yerussalem kepada pope Vatikan. Rasa benci Vatikan terhadap kaum Muslim masih berlangsung sampai saat ini, hingga Pope berhasil membangun dan mendirikan kekuasaanya di Yerussalem; maka, selama hal itu belum berhasil dicapai maka peperangan di timur tengah akan terus berlangsung hingga akhirnya, sesuai dengan rencana Vatikan dan kaum Jesuit, pope diangkat sebagai the peacemaker dan berkuasa di sana, dengan dibantu media massa secara perlahan-lahan akan mengarahkan opini umum ke arah sana.

Bagaimana Vatikan dengan Jesuit berhasil menguasai USA? yang secara prinsip bertentangan?. Bermula dari cerita perang dunia pertama, ketika seorang Jesuit, Edward mandell House dan Woodrow Wilson mendirikan League of Nations, seorang senator Amerika, Henry Cabot Lodge Sr. bersikeras mempertahankan Amerika berada di luar League of nations, membuat para Jesuit marah dan geram, sehingga pada tahun 1921 mendirikan sebuah organisasi yang disebut Council on Foreign Relations (CFR). CFR ini berhasil menarik kaum bangsawan dan petinggi Amerika, termasuk Bill Clinton dan George W Bush, dengan tujuan: mendirikan satu sistem pemerintahan dunia di bawah kepemimpinan pope, dan menghancurkan seluruh sistem pemerintahan Amerika sebagaimana diakui oleh Rear Admiral Chester ward, seorang anggota CFR: The most powerful clique in these elitist groups have one objective in common — they want to bring about the surrender of the sovereignty of the national independence of he United States. — Barry Goldwater, With No Apologies, William Morrow and Company, page 278.

Sebagai bukti keberhasilan kaum Jesuit ini, saya ingin mengutip perkataan Bush, dua bulan setelah pelantikannya sebagai presiden: The best way to honor Pope John Paul II, truly one of the great men, is to take his teachings seriously, to listen to his words and put his words and his teachings into action here in America! — Patricia Zapoa, Catholic News Service, March 24, 2001. mengamalkan ajaran John Paul, maksudnya adalah mempraktekkan rencana Pope untuk untuk menghancurkan Protestan dan konstitusi Amerika dan golongan yang tidak tunduk terhadap pope.

Mungkin anda akan bertanya, terus apa kaitannya dengan serangan 11 September 2001? mengapa ko harus WTC yang diserang? apa target yang ingin dicapai?. Tujuan utama dari penyerangan tersebut adalah untuk memakasa rakyat Amerika menyerahkan kebebasan (freedom) mereka dengan isu kebebasan mereka terancam oleh terorisme. Penyerang WTC menjadi sangat diperlukan untuk mengegolkan "antiterrorism laws" versi mereka serta membebaskan mereka menyerang siapapun yang mereka anggap teroris (sangat mengerikan kalau kita dituduh teroris secara sembarangan). Berikut kutipan dari Time Magazine, edisi 24 Sept 2001:

"Virginia Sloan realized that if the terrorists wanted to attack
American freedoms they had got some where…

Civil libertarians expect renewed calls for a national
identification card….

And that means storing all the face data collected,
something civil libertarians fear will allow the government to
track any individual. If systems were set up all over a city,
you could be ‘checkpointed’ by camera when you board a
train, stop at a cash machine and enter a store, or the place
where you work."

Dalam sejarah Amerika, telah terjadi 3 kali peledakan: Waco, Oklahama City, dan WTC; dalam setiap kasus, setiap solusi yang dilakukan pemerintah selalu meningkatkan kekuatan pemerintah dan mengurangi kekuatan hukum konstitusi (freedom and liberty). Kita lihat belakangan ini, isu kebebasan dan kemanusiaan sering tidak dihiraukan, atas nama melawan terorisme Amerika berhak menyerang siapapun yang tidak tunduk dan berseberangan dengan mereka, baik dalam negeri Amerika sendiri ataupun di negeri orang lain, tanpa persetujuan masyarakat international (PBB).

posted on Sep 01, 2006 | views: 288 | Tags: politik, indonesia, USA, Politic, religion

6 komentar:

  1. So, jadi kalo menyerang Arab Saudi dan mayoritas negara setuju, apa anda senang?
    Jadi, anda hanya senang jika mayoritas negara lain menyerang Israel dan Amerika.
    Saya malah lebih senang jika berdasarkan keputusan negara tersebut. Hubungan luar negeri negara ada di tangan negara tersebut. Jadi, jika saya jadi presiden Indonesia, militer Indonesia akan saya modernkan (Saya masih SMA dan sudah banyak paham senjata) dan akan saya serang Malaysia (Negara semi Muslim). Anda pasti langsung tidak setuju meski mayoritas negara lain setuju, lain jika saya serang Israel, meskipun mayoritas negara lain tidak setuju, anda akan senang sekali.

    BalasHapus
  2. Tepat sekali pemikiran Anda... semua negara didunia mengecam Israel, cuma mereka belum berani saja mengecam dengan serangan yang nyata. Penduduk Kristiani Amerika sendiri tidak suka dengan Israel, cuma karena orang2x Yahudi disana banyak menguasai diparlemen, makanya Amerika harus tunduk kepada Israel...

    BalasHapus
  3. Israel ya Israel. Amerika ya Amerika. Kalo mereka benci Yahudi, kenapa mereka memilih orang Yahudi di parlemen? Kedua, jika banyak Muslim yang duduk di parlemen Indonesia, apa harus tunduk ke Arab Saudi? TIDAK! Jika Arab Saudi sudah menginjak-injak harga diri bangsa Indonesia, maka teriaklah dengan lantang BANTAI ARAB SAUDI! seperti yang sudah diteriakan bangsa ini ke Malaysia.
    Kedua, jika Israel selalu disalahkan, maka pemicu peperangan yang sesungguhnya tentu dibenarkan dunia. Dan pemicunya, tidak pernah dibenarkan dunia. Yaitu para pelaku Black September.

    BalasHapus
  4. Lo tidak tau politik... Yesus palsu disalib aja, adalah politik Yahudi, dengan mengatakan Yesus palsu adalah Tuhan yang harus dibunuh untuk menanggung dosa manusia...

    BalasHapus
  5. Yesus yg asli, kan udah gw kasih linknya untuk lo baca... lengkap kan kisahnya didalam Al-Qur'an... masak Tuhan lo sendiri (Yesus), cuma disebutkan tidak lebih dari 10 kali didalam Injil... lebih banyak cerita porno dan ramalan g jelas...

    BalasHapus

Silahkan Anda tanggapi artikel diatas: